Sunday, August 5, 2007

Aku Melihat Rosarioku Bertumpuk dengan Gumpalan Uang Kertas Limaribu dan Beberapa Receh Logam

Aku melihat rosarioku tergeletak di meja, bertumpuk menjadi satu dengan gumpalan uang kertas limaribu dan beberapa receh uang logam. Sebuah rosario kayu yang diberikan oleh seorang Pastor Diosesan kepada Ibu dengan sedikit cerita singkat tentang permohonannya kepada Kanjeng Ibu agar selalu memberi kekuatan kepada Ibu. Rosario yang dikirim melalui pos tersebut aku terima tepat tiga hari setelah Ibu dimakamkan.

Di dalam kebiasaanku, benda-benda yang kuletakkan bertumpuk berarti aku ambil dari satu tempat. Entah dari saku kemeja atau celana. Menurut kebiasaanku pula, rosario selalu aku letakkan pada tempat yang "terhormat", terpisah dengan benda-benda lainnya, dan mudah dicapai tangan. Tujuannya agar tidak rusak ketika "diambil paksa" atau putus karena terikat benda-benda lain tersebut. Tetapi dibalik itu sejak kecil aku memang memahami bahwa benda-benda seperti rosario, meskipun hanyalah sebuah benda atau alat, harus diletakkan secara hormat. Tak peduli dengan omongan yang mengatakan bida'ah dan penyembahan berhala. Yang jelas jiwaku tak tega untuk meletakkannya secara sembarangan. Secara jujur aku mengakuinya ada nilai kudus di dalamnya meskipun pemiliknya tak kunjung kudus.

Ketika aku melihatnya menggumpal menjadi satu bersama uang kertas dan beberapa receh logam hatiku mengatakan bahwa aku sedang terburu-buru. Terlalu sibuk. Baik hari ini atau bahkan beberapa hari sebelumnya. Ya, aku memang terlalu sibuk. Baik dalam urusan pekerjaan kantor atau pekerjaan lainnya yang bahkan penuh nilai religiositas dan kemanusiaan. Dan seperti halnya membiarkan rosarioku tergumpal bersama uang kertas limaribu dan beberapa receh logam, kesibukanku membuat aku membiarkan orang-orang yang seharusnya aku cintai dan aku perhatikan.

1 comment:

Anonymous said...

Indah ketika kamu menyamakan orang2 yang semestinya kamu cintai & perhatikan seperti rosariomu, lalu apa yang kamu lakukan untuk mereka?